Selasa, 15 Juli 2008

STAGNASI HIP HOP TANAH AIR

Sejujurnya hip-hop tidak terserap menjadi darah dan daging saat saya pertama kali mendengar musik ini. Tapi tidak juga sampai mencampakannya karena toh telinga saya masih menerima itu senagai musik yang enak dinikmati. Karena hanya sebatas suka, saya kemudian menempatkan diri sebagai kaum awam penikmat musik ini.

Tapi sayapun tak ingin sekadar jadi penikmat musiman. Justru sebagai pengamat dari kalangan awam itu kemudian timbul banyak pertanyaan dibenak. Kenapa musik hip-hop di Indonesia hanya sekadar pelengkap keragaman musik di tanah air. Kenapa musik ini hingga kini masuk dalam kategori musik segmented.

Padahal ketika saya datang berkunjung ke daerah terpencil nun jauh di Tondano sana, yang notabene anak muda penikmat musik-musik Ungu, Peterpan hingga Kangen Band, toh ada terselip satu komunitas hip-hop yang fanatic. Mereka paham siapa Eminem, 50 Sent, Run DMC dan so pasti Iwa K.
Hmmm, nama Iwa K sangat mewakili wajah hip-hop lokal. Sejak kemunculannya di awal 90-an, Iwa berhasil mentahbiskan diri sebagai rapper handal tanah air. Iwa berhasil membangkitkan demam hip-hop tanah air. Iwa berhasil menjadikan panggung konser penuh hysteria mengalahkan band-band pop-rock yang popular era itu.

Tahun berganti, setelah era Iwa, efeknya bermunculan nama menghias lembar sejarah hip-hop lokal. Ada Neo, Soulid, Sweet Martabak, Rulionzzo, yang berjuang di jalur mainstream dengan lirik beraroma pop, juga tak bisa dikesampingkan peran kaum hip-hop bawah tanah yang terwakili lewat Homicide. Keliatannya seperti sebuah perkembangan yang menjanjikan.

Namun hampir dua dekade kemudian, wajah hip-hop tanah air ternyata masih sama. Club hip-hop tetap ramai, tapi hanya buat kalangannya. Stagnan? Bisa jadi. Apakah kultur asal muasal hip-hop itu sendiri bisa jadi alasan kenapa kuping melayu tak bisa menerima dengan iklas. Industri musikpun seakan tidak berpihak.
Pokok permasalahan adalah genre musik ini sendiri memang tak menyumbang banyak fulus buat industri yang notabene menginginkan keuntungan. So, dengan kata lain, genre musik ini tetap bergantung pada orang-orang sepaham guna bahu membahu membangun citra.

Dan, hip-hop tetap menjadi genre musik ber-segmen yang harus terus menggeliat untuk bertahan hidup. Para praktisi hip-hop pun harus pontang-panting bersaing dengan musik popular yang menjadi raja di negeri ini. Itulah sebabnya, hip-hop Indonesia hanya ada satu wajah yang tak tergantikan. Tanpa mengecilkan peran para rapper lain, tapi Iwa memang pantas diakui sebagai lambang.
Iwa K adalah lambang kejayaan karena berhasil mensejajarkan hip-hop sebagai sebuah genre yang diakui dalam kancah musik lokal.

Ironisnya, Iwa K juga sekaligus pertanda akan stagnasi hip-hop tanah air, karena hingga saat ini Iwa K masih menjadi lambang tak tergantikan. Dengan kata lain, tak ada regenerasi, hip-hop masa kini tak ubahnya hip hop generasi 90-an, tanpa perubahan berarti.

Tidak ada komentar: